Rabu, 04 November 2015

Ayah Seimbangkan Keluarga dan Bekerja



 

 

 

 

Ayah

Seimbangkan Keluarga dan Bekerja

 

Kewajiban nomor satu seorang ayah bukan mencari nafkah.

Kewajiban seorang ayah sesuai urutannya adalah mendidik istri, mendidik anak, mengelola rumah tangga, baru yang terakhir mencari nafkah.

Bagaimana cara menyeimbangkan empat kewajiban ini?

 

Berdasarkan survei, 7 dari 10 pria merasa bahwa beban mencari nafkah selalu terlintas di pikirannya. Itulah hasil riset Shaunti Feldhahn dalam buku “For Women Only: What You Need to Know About the Inner Lives of Men  (Hanya untuk Wanita: Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pria).” Buku yang dirancang agar para istri lebih memahami suaminya ini, menjelaskan 10 hal yang pria inginkan agar wanita mengetahui tentang mereka.

Salah satu dari 10 hasil survei yang melibatkan responden lebih dari 1.000 pria ini menyebutkan, para suami umumnya merasakan beban yang sangat berat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Secara kuantitaif, 71% pria merasakan bahwa beban mencari nafkah selalu atau sering menjadi bahan pikirannya. Sisanya, 29% pria merasakan beban itu, namun tak terlalu sering. Misalnya, beban hanya muncul saat menghadapi kesulitan keuangan atau kehilangan pekerjaan.

Karena itu, Shaunti Feldhahn yang juga kolumnis khusus tentang pendidikan keluarga (parenting) di The New York Times  dan MomLife Today ini menyimpulkan, semua pria secara fitrah sejatinya merasa bertanggung jawab mencari nafkah untuk keluarganya. Karena setiap lelaki umumnya juga menyadari posisi dirinya sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Agar bisa memimpin dengan baik, lelaki harus memiliki kemampuan mencari nafkah, jika tidak, wibawa sebagai kepala keluarga  akan hilang.

Secara internal, dalam pikiran setiap pria, umumnya juga akan merasa tidak punya harga diri jika tidak mampu memberikan nafkah yang cukup untuk keluarga. Hal ini sudah menjadi fitrah kaum lelaki.

 

Semua Istri Matre

Pada sisi yang berseberangan, ketika berumah tangga, fitrah seorang suami yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga, oleh Allah SWT dilengkapi dengan menciptakan istri yang memiliki fitrah selalu merasa insecure (tidak aman) dalam hal harta. Perasaan insecure  inilah yang membuat wanita umumnya menjadi matre, banyak menuntut soal uang kepada suami.

Pertanyaannya? Apakah sifat matre pada istri itu buruk? Ustadz Adriano Rusfi yang juga berprofesi sebagai konsultan SDM dan pendidikan menyatakan, sifat matre sudah menjadi fitrahnya seorang wanita. Sejak lahir wanita sudah mempunyai banyak pikiran tentang bagaimana membuat keluarganya bisa terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. “Ini sudah menjadi insting alamiah setiap wanita,” tandasnya.

Bahkan, Ustadz Adriano Rusfi menekankan pentingnya sifat matre pada istri. “Kita sama-sama tahu, jika suami tidak memberi nafkah, kepemimpinan seorang ayah nilainya rendah di mata istri, karena harta menjadi penopang kepemimpinan suami dalam rumah tangga. Untuk itu, para suami harus menyadari bahwa semua perempuan diciptakan Allah SWT untuk menjadi insan matre. Jika istri tidak matre, suami menjadi seperti Kabayan semua. Malas-malasan, tidur-tiduran di rumah,” ujarnya.

Karenanya, bagi banyak pria, bekerja atau berbisnis merupakan cara romantis mengungkapkan cinta pada istri. Mengambil jam kerja lembur agar bisa lebih banyak menyetorkan penghasilan pada istri. Apalagi jika suami sering mendengar keluhan istrinya tentang harga berbagai kebutuhan pokok yang terus naik, mahalnya uang sekolah anak dan berbagai kebutuhan lainnya, maka suami umumnya akan tertantang untuk menjawab keluhan sang istri ini.  

 

Nafkah atau Family Time

Yang membuat banyak suami, banyak ayah, menjadi pusing tujuh keliling dengan perilaku istri adalah betapa kontradiktifnya perkataan sang istri. Ustadz Adriano Rusfi mencontohkan, istri banyak mengeluh soal uang, soal kurangnya pendapatan, tapi pada saat yang sama ia juga mengeluh soal kurangnya waktu suami untuk keluarga. Istri menuntut suami agar memiliki lebih banyak family time (waktu untuk keluarga).

Bahkan, ada istri yang mengeluh kalau suaminya tidak mencintainya lagi karena terlalu banyak bekerja. “Kamu lebih mencintai pekerjaanmu daripada aku dan anak-anak kita,” keluh sang istri. “Lho, kamu pikir selama ini aku bekerja keras untuk siapa?” Kalimat inilah yang menjadi respons otomatis setiap suami ketika mendengar keluhan seperti ini dari istrinya.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengatasi kontradiktif ini? Menurut Ustadz Adriano Rusfi, sumber masalahnya adalah pria seringkali menyalahartikan keluhan istri. Fitrah seorang wanita memang sering mengeluh soal uang dan kurangnya penghasilan. Tapi rule of thumb (aturan praktis) saat suami berinteraksi dengan wanita, seharusnya bukan mendengarkan perkataan yang ia ucapkan, tapi menggalih perasaan di balik perkataan istri.

 

Keinginan Wanita yang Sebenarnya

Karena itu, untuk lebih memahami argumen wanita yang selalu memusingkan antara penghasilan dengan family time, kita harus menyimak hasil survei yang dilakukan Jeff Feldhahn. Suami Shaunti Feldhahn ini, melakukan survei terhadap ratusan istri dengan satu tujuan, yakni memahami keinginan wanita yang sebenarnya.

Ternyata, selama ini pria, suami, banyak yang salah paham tentang keluhan wanita, keluhan istri tentang uang. Kebanyakan pria memahami jika wanita membutuhkan kenyamanan dalam bentuk keamanan finansial.” Padahal, hasil riset Jeff Feldhahn menunjukkan, istri lebih banyak membutuhkan kenyamanan emosional dan keakraban dengan suami. Bahkan, istri bersedia berkorban merasa insecure (tak aman) secara finansial agar bisa lebih dekat dengan suaminya.

Buktinya, Jeff Feldhahn mengajukan pertanyaan pada ratusan wanita yang sudah menikah: “Jika kamu harus memilih di antara dua keadaan buruk ini, kamu lebih memilih yang mana? (pilih salah satu saja)

1.    Kekurangan dari segi finansial.

2.    Merasa insecure  (tak aman) karena tidak dekat dengan suami.

Hasilnya, ternyata, 7 dari  10 wanita memilih jawaban No 1. Para istri menyatakan tidak mengapa uang yang diberikan suami berkurang, asal suami memiliki lebih banyak waktu berinteraksi dengan istri dan anak-anak di rumah.

 

Empat Kewajiban Ayah

Hasil survei di atas, ternyata sesuai dengan kewajiban seorang ayah. Selain mencari nafkah, ada 3 kewajiban lain yang harus ditunaikan seorang ayah. Bahkan, kata Ustadz Adriano Rusfi, mencari nafkah sebenarnya masuk pada prioritas terakhir. “Kewajiban ayah nomor satu bukan mencari nafkah. Kewajiban seorang ayah, seorang suami, sesuai urutannya adalah mendidik istri, mendidik anak, mengelola rumah tangga, baru yang terakhir mencari nafkah,” tandasnya.

Sesuai urutan kewajiban seorang ayah di atas, maka kewajiban mendidik istri, mendidik anak dan mengelola rumah tangga, berhubungan erat dengan keinginan istri yang sebenarnya, yakni suami yang lebih banyak waktu berinteraksi dengan istri dan anak-anak di rumah. 

Tapi, jangan lupa, Islam juga mengajarkan, nafkah seorang suami pada keluarganya adalah penopang kepemimpinan seorang laki-laki, seorang suami, sesuai firman Allah SWT. Allah melebihkan laki-laki karena telah menafkahkan sebagian hartanya. Mencari dan menafkahkan sebagian harta inilah yang merupakan proses kepemimpinan suami di keluarganya. Tanpa memiliki nafkah, kepemimpinan seorang suami tidak akan ada arti dan maknanya di mata istri dan anak-anaknya. Karena itu, suami dan ayah yang sukses adalah suami dan ayah yang mampu menunaikan empat kewajiban ini secara baik dan proporsional.  

Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah Telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”  (QS an-Nisaa’ 4: 34)

Dwi Hardianto

Diolah dari berbagai sumber

 

BOX:

 

5 Hal di Balik Rasa Insecure Istri

 

Ketika membahas kenyamanan yang terlintas di benak banyak pria adalah kenyamanan materi. Tapi berdasarkan penelitian yang dilakukan Jeff Feldhahn (Suami Shaunti Feldhahn yang juga berprofesi sebagai peneliti dan pegiat parenting di Amerika Serikat), persoalan financial security (keamanan keuangan atau kemapanan) bagi seorang istri justru masuk prioritas terakhir. Ternyata, ada 4 kebutuhan emosional yang lebih penting yang perlu dipenuhi seorang suami bagi istrinya, yakni:

 

1.      Istri Merasa Aman Ketika Dekat dengan Suami

Bagi istri, kedekatan dengan suami sama artinya dengan kenyamanan emosional. Berbeda dengan kaum Adam, yang akan merasa nyaman jika rekening di bank terisi cukup banyak. Tapi bagi wanita, kedekatan dengan suami merupakan ungkapan cinta terbesar dalam hidupnya. Kebutuhan seorang istri bukan sekadar menjadi cintanya suami, tapi juga menjadi sahabat terdekat suami. Istri membutuhkan pengakuan bahwa “Aku ini milikmu dan kamu milikku.”

Agar bisa merasakan kedekatan seperti itu, tak cukup bagi suami hanya sekadar dekat bersama istrinya. Bisa saja istri justru merasa kesepian jika jiwa sang suami tak sepenuhnya hadir saat menghabiskan waktu bersama. Istri tak selalu  membutuhkan kejutan besar seperti makan malam romantis. Seringkali yang istri perlukan hanya genggaman tangan dari suami saat berjalan bersama, atau merangkul bahu saat menonton di bioskop. Bisa juga sekadar panggilan sayang seperti yang Rasulullah Saw ucapkan pada Aisyah, “Wahai khumaira” (Wahai yang pipinya kemerahan).

 

2.   Istri Memandang Suaminya Memprioritaskan Waktu Bersama Keluarga

Bagi istri, merasa diprioritaskan jika suaminya mau memberikan waktu dan perhatian untuknya serta anak-anak di luar jam kerja. Tapi bukan berarti jika suami menghilangkan kehidupan sosialnya, seperti kongkow dengan teman-temannya. Yang pasti, suami mampu memberikan waktu yang terbaik untuk istri dan anak-anak. “Saya bisa saja memiliki banyak uang dan merasa aman secara finansial, tapi  kalau saya merasa suami tidak memprioritaskan keluarga, semua uang itu menjadi tidak ada artinya. Jika saya merasa suami selalu ada untukku, saya akan sabar menghadapi kesulitan keuangan,” tutur responden dalam penelitian ini.

 

3.   Istri Memandang Suaminya Berkomitmen Menjaga Keutuhan Pernikahan dan Keluarga

“Saya perlu tahu bahwa suami akan selalu berada di sampingku, apa pun yang terjadi. Sekarang hubungan kami sangat baik, tapi saya tetap harus tahu jika dia tidak akan pergi meninggalkanku baik fisik maupun emosional,” ungkap responden lainnya. Komitmen ini menjadi kian penting bagi istri saat terjadi pertengkaran. Saat suami marah, istri sering merasa takut: “Apakah pernikahannya akan baik-baik saja? Akankah dia meninggalkanku?” Rasa insecure  ini membuat istri perlu diyakinkan. Semarah apa pun Anda, Anda tetap mencintai istri. Seperti kata Elly Risman, “Saat istri marah, jangan diamkan. Beri dia pelukan. Begitu juga saat Anda marah, peluklah dia.”

 

4.   Istri Melihat Suami Aktif Mendidik Anak dan Mengurus Sebagian Pekerjaan Rumah Tangga

Istri sangat menyukai suami yang bekerja keras pada pekerjaan dan profesinya. Semua ini akan sia-sia jika suami tidak menyadari bahwa anaknya membutuhkan kehadiran ayah, bukan hanya ibunya. Faktanya, saat ini banyak istri yang frustrasi karena untuk membantu mengasuh dan mendidik anak-anak, suaminya harus disuruh-suruh. Seolah-olah anak-anak itu bukan anak suaminya juga. Intinya, istri sangat membutuhkan suami yang sukarela meluangkan waktu untuk mendidik anak-anak di rumah.

Betul, bekerja membuat suami lelah. Tapi istri juga kelelahan di rumah. Mengurus rumah dan mendidik anak-anak merupakan pekerjaan yang sangat merepotkan dan melelahkan. Usaha suami untuk bermain dengan anak-anak atau sekadar mencuci piring kotor bersama si kecil sangat berharga bagi istri. Bahkan dalam penelitiannya, Jeff Feldhahn menemukan banyak wanita yang merasa nyaman secara emosional ketika suami memuji usaha keras istri merawat rumah dan mendidik anak-anak.

 

5.   Istri Memandang Suami Berusaha Mencari Nafkah (Selama suami tidak mengabaikan poin 1-4)

Yang penting bagi istri adalah suaminya mau bekerja keras mencari nafkah. Sedangkan bagi kaum Adam, yang sering dinilai adalah hasil. Uang yang banyak yang berhasil dibawa pulang ke rumah merupakan hal penting bagi sebagian besar lelaki. Sementara wanita orientasinya justru pada proses, bukan hasil.

Istri perlu melihat bahwa suaminya mau berusaha. Tapi usaha ini jangan sampai membuat kebutuhan istri pada poin 1-4 diabaikan suami. “Kesulitan finansial itu berat. Tapi jika harus memilih, saya lebih memilih sulit secara finansial daripada kehilangan suami,” tutur seorang responden survei.

untuk memenuhi 5 kebutuhan ini, laki-laki perlu menyeimbangkan hidupnya. Pria secara fitrah diciptakan untuk mencari nafkah. Karenanya, 5 jenis kebutuhan istri ini jangan sampai membuat kita berhenti bekerja. Yang dibutuhkan istri sejatinya adalah work life balance (keseimbangan kerja dengan kehidupan). Jadi, apa aktivitas suami bukan semata-mata untuk membuat istri bahagia karena wanita bukan manusia egois. Lebih utama lagi, istri juga ingin melihat suaminya bahagia.

Dwi Hardianto

Diolah dari berbagai sumber


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar