Senin, 09 November 2015

Seperti Mas Mono





Menginspirasi Seperti Mas Mono
Oleh Rivai Hutapea

Ingin berubah, inilah yang mendorong Agus Pramono (Mas Mono) muda saat itu meninggalkan kampung halamannya Madiun menuju Jakarta. Berbekal ijazah SMA, tak menyurutkan dirinya untuk mengadu nasib di ibukota, Jakarta yang terkenal keras. 

Di Jakarta, segala profesi ia jalani, mulai dari office boy di sebuah perusahaan, jadi tukang ketik di kantor, hingga jadi penjual bakul gorengan ke sekolah-sekolah. Singkat cerita, cah ndeso yang hanya jebolan SMA itu, kini telah menjadi pengusaha sukses, pemilik waralaba Ayam Bakar Mas Mono dengan ratusan outlet yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Karena itu pula ia pernah mendapat Asia Pasifik Entrepreneur Award 2010.

Mas Mono seakan menampar, sekaligus menginspirasi kita. Ijazah tinggi, kemewahan, status sosial, fasilitas mencukupi dan uang banyak, ternyata bukan jaminan meraih keberhasilan. Yang  lebih penting dari itu semua, selain usaha keras dan kesungguhan adalah visi, cita-cita atau keinginan yang kuat untuk berubah.

Cita-cita dan keinginan kuat untuk berubah punya nilai lebih dibanding fasilitas yang memadai dan uang yang mencukupi. Setidaknya ada dua kelebihannya. Pertama, ia berfungsi sebagai benteng pertahanan diri dari berbagai kesulitan yang bakal muncul.

Sebagaimana mafhum, terlebih di era globalisasi seperti saat ini, tantangan, ujian dan hambatan hidup semakin berat dan kompleks. Seperti halnya perisai, keinginan kuat berubah menjadi tameng yang melindungi diri dari berbagai serangan negatif, baik yang datang dari internal maupun eksternal sehingga kita mampu bertahan. 

Kedua, di sisi lain, cita-cita dan semangat untuk berubah menjadi stimulus diri. Bak ketapel, ia berperan sebagai karet yang akan mendorong batu sampai ke tujuan. Keinginan kuat ini menjadi pemicu diri yang akan mendorong kita meraih keberhasilan.

Sungguh tak terbayangkan apa yang akan terjadi bila saat merantau ke Jakata dulu, Mas Mono tidak membekali dirinya dengan cita-cita dan keinginan berubah yang kuat. Boleh jadi, ia tidak kuat menahan tantangan ibukota yang ganas ini.
Mengantongi ijazah SMA, mungkin juga ia mentok hanya sebagai pesuruh atau office boy di kantor karena kalah bersaing dengan mereka yang bergelar tinggi. Atau boleh jadi karena minder dengan orang-orang kota, karena nasib tidak juga berubah, ia memilih kembali ke kampung halaman mengais rezeki di sana.   

Sehingga cerita Mas Mono sebagai pengusaha sukses dan mentor bisnis di berbagai universitas, mungkin hanya ilusi. Cerita anak kampung yang sukses membangun bisnis waralaba ayam bakar dengan ribuan karyawan, boleh jadi tidak pernah terwujud.   

Dan cerita berbagai aktivitas sosial keislaman bersama sejumlah ustadz, berceramah memberikan motivasi agama dan bisnis di berbagai belahan negeri, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Arab Saudi, Kuwait, Dubai dan lainnya, mungkin juga hanya mimpi di siang bolong.

So, belajar dari Mas Mono, janganlah salah langkah. Sejak awal, tanamkan cita-cita yang dalam agar kita mudah meraih keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar