Menginspirasi
Seperti Mas Mono
Oleh
Rivai Hutapea
Ingin
berubah, inilah yang mendorong Agus Pramono (Mas Mono) muda saat itu
meninggalkan kampung halamannya Madiun menuju Jakarta. Berbekal ijazah SMA, tak
menyurutkan dirinya untuk mengadu nasib di ibukota, Jakarta yang terkenal keras.
Di
Jakarta, segala profesi ia jalani, mulai dari office boy di sebuah perusahaan, jadi tukang ketik di kantor,
hingga jadi penjual bakul gorengan ke sekolah-sekolah. Singkat cerita, cah ndeso yang hanya jebolan SMA itu,
kini telah menjadi pengusaha sukses, pemilik waralaba Ayam Bakar Mas Mono
dengan ratusan outlet yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Karena itu pula
ia pernah mendapat Asia Pasifik Entrepreneur Award 2010.
Mas
Mono seakan menampar, sekaligus menginspirasi kita. Ijazah tinggi, kemewahan,
status sosial, fasilitas mencukupi dan uang banyak, ternyata bukan jaminan meraih
keberhasilan. Yang lebih penting dari itu
semua, selain usaha keras dan kesungguhan adalah visi, cita-cita atau keinginan
yang kuat untuk berubah.
Cita-cita
dan keinginan kuat untuk berubah punya nilai lebih dibanding fasilitas yang memadai
dan uang yang mencukupi. Setidaknya ada dua kelebihannya. Pertama, ia berfungsi sebagai benteng pertahanan diri dari berbagai
kesulitan yang bakal muncul.
Sebagaimana
mafhum, terlebih di era globalisasi seperti saat ini, tantangan, ujian dan
hambatan hidup semakin berat dan kompleks. Seperti halnya perisai, keinginan
kuat berubah menjadi tameng yang melindungi diri dari berbagai serangan negatif,
baik yang datang dari internal maupun eksternal sehingga kita mampu bertahan.
Kedua,
di sisi lain, cita-cita dan semangat untuk berubah menjadi stimulus diri. Bak ketapel,
ia berperan sebagai karet yang akan mendorong batu sampai ke tujuan. Keinginan
kuat ini menjadi pemicu diri yang akan mendorong kita meraih keberhasilan.
Sungguh
tak terbayangkan apa yang akan terjadi bila saat merantau ke Jakata dulu, Mas
Mono tidak membekali dirinya dengan cita-cita dan keinginan berubah yang kuat. Boleh
jadi, ia tidak kuat menahan tantangan ibukota yang ganas ini.
Mengantongi
ijazah SMA, mungkin juga ia mentok hanya sebagai pesuruh atau office boy di kantor karena kalah bersaing
dengan mereka yang bergelar tinggi. Atau boleh jadi karena minder dengan
orang-orang kota, karena nasib tidak juga berubah, ia memilih kembali ke
kampung halaman mengais rezeki di sana.
Sehingga
cerita Mas Mono sebagai pengusaha sukses dan mentor bisnis di berbagai
universitas, mungkin hanya ilusi. Cerita anak kampung yang sukses membangun
bisnis waralaba ayam bakar dengan ribuan karyawan, boleh jadi tidak pernah
terwujud.
Dan
cerita berbagai aktivitas sosial keislaman bersama sejumlah ustadz, berceramah memberikan
motivasi agama dan bisnis di berbagai belahan negeri, seperti Singapura,
Malaysia, Australia, Arab Saudi, Kuwait, Dubai dan lainnya, mungkin juga hanya
mimpi di siang bolong.
So,
belajar dari Mas Mono, janganlah salah langkah. Sejak awal, tanamkan cita-cita
yang dalam agar kita mudah meraih keberhasilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar