Merancang Ayah Idola di Sekolah
Pembelajaran di sekolah bisa
dirancang untuk membangun kelekatan antara ayah dengan anaknya. Ini penting,
karena ayah yang intensif menjalin hubungan dengan anak sejak dini, akan
membantu sang buah hati tumbuh menjadi anak
dengan emosi aman (emotionally secure), percaya diri, berprestasi secara
akademik, dan mampu membangun relasi sosial yang baik.
Selembar
kertas undangan berkop nama sekolah tempat anak kita belajar sering kita terima
dari anak kita sepulang sekolah. Kalau orang tua pulang kerja sudah larut
malam, undangan itu hanya tergeletak begitu saja di atas meja. Jika anak kita
peduli, ia akan memberikannya pada kita keesokan harinya sebelum berangkat
sekolah. Tapi kalau cuek, masa bodoh,
surat-surat itu nyaris tak pernah sampai ke tangan orang tua, padahal bisa saja
ada informasi penting yang disampaikan sekolah pada orang tua.
Tapi
malam itu, saat makan malam, tiba-tiba anak keduaku, Fadhlan (4,5 th)
menyodorkan selembar undangan dari sekolahnya. Format dan bentuknya sama
seperti undangan-undangan sebelumnya dari sekolah anak-anak. Tapi setelah saya
baca isinya sangat berbeda. Sebuah ajakan dari sekolah agar para ayah bersedia
meluangkan waktu sekitar 1-2 jam untuk mengajar anak-anak di kelas.
Wow
... Program kreatif dan inovatif dari Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT) at-Taufiq,
Kota Bogor ini bernama “Ayahku idolaku.” Pada surat pertama ini, dilengkapi
dengan surat pernyataan kesediaan dari orang tua dan daftar hari/tanggal kapan
orang tua bisa meluangkan waktunya. Sehingga, hari dan tanggalnya bisa
menyesuaikan dengan jadwal kerja atau ada kesempatan untuk meminta izin tidak
masuk kerja. Sepekan sebelum hari H, surat kedua datang memberitahukan jam
mengajarnya sekaligus konfirmasi kepastian.
Pada
awal tahun ajaran baru, sebelum program belajar mengajar dimulai, sekolah yang
beralamat di bilangan Cimaggu Permai, Jl KH Sholeh Iskandar, Kota Bogor, Jawa
Barat ini, sudah mengumpulkan orang tua siswa sesuai jenjang pendidikannya.
Mulai dari TKIT, SDIT dan SMPIT. Pihak sekolah menjelaskan rencana pembelajaran
dan program-program lainnya selama satu semester hingga satu tahun ke depan.
Untuk TKIT, program “Ayahku idolaku” juga sudah dijelaskan pada saat itu.
Ayah
yang hadir di kelas diberi kebebasan menyampaikan materi pembelajaran apa pun,
asal positif dan sesuai dengan usianya. Misalnya, mengenalkan profesinya,
mendongeng, game edukasi, eksperimen
ringan, membuat kerajinan ringan, hingga bermain bersama anak-anak, dan materi
lainnya.
Kebetulan,
saat mengajar, saya berkolaborasi dengan dua ayah lainnya yang berprofesi
sebagai pekerja tambang batu-bara dan guru. Saya pun memperkenalkan dunia
jurnalistik dengan fisualisasi gambar. Anak-anak antusias menanyakan gambar-gambar
yang muncul, seperti kamera, tustel, alat perekam, narasumber yang dikerubutin
wartawan dan lainnya. Di tengah materi saya selingi game tebak gambar. Bagi yang bisa menjawab mendapat hadiah biskuit.
Seru, anak-anak sangat bersemangat.
Ayah
yang berprofesi sebagai pekarja tambang juga memperkenalkan profesinya dengan fisualisasi
gambar dan menghadirkan miniatur eksafator pengeruk batu-bara. Anak-anak juga sangat
antusias bertanya, bahkan berebut ingin mempraktikkan cara kerja eksafator mini
itu. Sedangkan orang tua yang berprofesi sebagai guru menghadirkan eksperimen science ringan dengan alat-alat
sederhana, yakni lilin dan balon, yang menggambarkan konsep udara, oksigen (O2)
dan sejenisnya.
Tak
terasa, waktu 2 jam yang disediakan seperti cepat berlalu, padahal anak-anak
masih sangat antusias belajar dan bermain dengan ketiga guru dadakan ini.
Akhirnya, permainan ini kami akhiri dengan memberikan bingkisan berupa biskuit
dan minuman ringan pada semua anak. Semuanya ceria, semuanya bahagia. “Ayah-ayah,
sekolah itu menyenangkan, apalagi kalau gurunya para ayah. Kapan-kapan datang
lagi ke sekolah, ya, ayah?” pinta anak-anak.
Merekatkan
Anak dengan Ayah
Program
“Ayahku idolaku” merupakan salah satu program unggulan TKIT at- Taufiq, Bogor yang sudah berjalan lebih dari lima tahun
terakhir. Berkat program ini dan beberapa program pembelajaran lainnya, TKIT at-Taufiq,
Bogor selama tiga tahun berturut-turut berhasil meraih penghargaan sebagai TK
terbaik se-Provinsi Jawa Barat.
Ustazah Esih Susi Safitri, Wakil Kepala Sekolah TKIT at-Taufiq
menuturkan, program ini bertujuan membangun hubungan baik antara anak didik
dengan ayahnya. Selama ini, para ayah umumnya tak terlibat dalam proses
pendidikan putra dan putrinya. Para ayah menyerahkan tanggung jawab pendidikan
anak-anak kepada istrinya. Dengan progran ini diharapkan akan membantu
munculnya kedekatan hubungan antara ayah dengan putra-putrinya. Diharapkan,
dengan kedekatan dan hubungan baik ini, bisa membantu anak-anak memiliki akhlak
mulia dan prestasi baik di sekolah.
Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, TKIT at-Taufiq Bogor mengirim
surat kepada setiap ayah yang berjumlah 144 orang. Dari jumlah itu, ada 67 ayah
(sekitar 47%) yang melakukan konfirmasi dan bersedia mengajar di kelas
masing-masing. Kegiatan ini dilaksanakan tiap bulan pada hari Jum’at pekan kedua.
Setiap bulan direncanakan ada 2 – 3 ayah yang hadir di kelas masing-masing,
sesuai dengan kelas dari siswa yang bersangkutan. “Alhamdulillah, dari tiga
kelas pada satu jejang TK, biasa hadir 6 – 9 ayah,” tambah Ustazah Esih.
Pada tiap kehadiran, ayah diminta mengisi buku cerita tentang
situasi kelas saat kegiatan berlangsung. Selain itu, ayah juga diminta menulis
kesan dan pesan dari kegiatan tersebut. Dari beberapa kesan dan pesan yang
ditulis ayah, umumnya menyambut positif program ini. Misalnya, ayah dari ananda
Farraz menulis, “Ayahku idolaku merupakan kegiatan positif, bisa memotivasi
anak dan ayah sekaligus.” Ayah yang lainnya menulis, “Mengajar adalah pekerjaan
menyenangkan. Kalau bisa frekuensinya ditambah, tiap semester ada program ini.”
Belajar dari Negeri Kanguru
Program serupa, tapi
tak sama yang bertujuan membangun kedekatan dan hubungan baik antara anak-anak
dengan ayahnya juga banyak dipraktikkan oleh sekolah-sekolah di negara maju.
Salah satunya di Australia. Sebuah sekolah untuk anak usia dini yang bernama Kindie
School di Melbourne, Australia, memiliki beragam program unik dan terlihat aneh
bagi kebanyakan orang Indonesia.
Ketika ada orang Indonesia yang bekerja di Melbourne dan
menyekolahkan anaknya di sekolah ini, mereka pada awalnya merasa aneh dan tak
percaya. Tapi setelah berjalan dan mengikuti programnya, para orang tua asal
Indonesia ini, khususnya para ayah baru terkagum-kagum dan merindukan ada
sekolah serupa di tanah air.
Salah satu program yang dikagumi itu adalah Father’s Day. Pada program ini, sekolah
mengundang semua ayah hadir di sekolah. Serunya,
kegiatan ini diadakan mulai jam 6 malam. Waktu yang tepat, karena jika diadakan
siang hari pada hari kerja, semua ayah sedang sibuk bekerja. Pemilihan waktu
ini, bisa menjadi referensi bagi sekolah-sekolah di Indonesia, mengundang para
ayah pada malam hari. Meski bisa saja orang Indonesia beralasan, pulang kerja
macet, cape dan sejenisnya, sehingga hanya segelintir ayah yang bisa hadir.
Salah satu
tema yang diajukan Kindie School ini cukup
menarik, yakni Pajamas Party. Akhirnya, para ayah yang datang hampir
semuanya mengenakan piyama menemani anaknya yang juga berpiyama. Kegiatan yang dijalankan
sebenanya sederhana saja. Sang ayah hanya sekadar menemani anaknya membaca
buku, mendongeng, menyusun puzzle, bermain musik, melukis, menggambar, menyanyi
dan lainnya. Menurut umumnya kita, ini pekerjaan sepele.
Betul
sepele dan remeh-temeh. Tapi, melalui kegiatan yang terkesan sepele inilah
sekolah sedang mengajarkan tidak hanya pada anak-anak, juga kepada orang tua,
khususnya para ayah, bagaimana cara membangun komunikasi dan hubungan yang efektif
dengan anak-anak usia TK. Bagi kita di Indonesia, apalagi bagi TKIT, pola-pola
seperti ini bisa diterapkan dengan menambahkan materi pendidikan akhlak,
mengajarkan membaca dan atau menghafal al-Qur’an, mengajarkan shalat dan
praktik-praktik ibadah lainnya.
Bagi
banyak Sekolah Islam Terpadu di Indonesia, termasuk Sekolah Islam Terpadu at-Taufiq,
Bogor, pola-pola pembelajaran seperti di Australia itu sebenanya sudah
diterapkan. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan Malam Bina Iman, Ibadah dan
Taqwa (MABIT), yang diadakan satu malam sampai dua atau tiga malam. Yang jarang
dilakukan adalah MABIT bersama ayah. Sekolah at-Taufiq saja baru mengadakan MABIT bersama ayah pada tahun
ajaran ini untuk jenjang pendidikan SD. TK dan SMP belum menyelenggarakan
program ini.
Kembali
ke Pajamas Party ala Australia. Artinya,
orang-orang luar, yang note bene
tidak mengenal ajaran Islam, tidak mengenal anjuran al-Qur’an tentang
pentingnya ayah terlibat dalam pendidikan anak-anak, sudah mempraktikan kegiatan
yang memiliki dampak luar biasa bagi perkembangan mental dan karakter anak,
khususnya dalam membangun hubungan dengan ayah.
Acara sederhana
Pajamas Party di Kindie School, Melbourne ini, juga mengandung pembelajaran tentang sikap dan
persepsi bahwa mengajarkan berbagai hal, nilai-nilai, akhlak, agama, science, hingga keterampilan hidup pada anak,
tidak selamanya harus berlangsung formal di sekolah, tapi juga bisa dilakukan
di rumah atau di mana saja dalam bentuk kegiatan yang lebih kecil.
Jadi,
kegiatan-kegiatan seperti di atas sungguh akan berdampak positif bagi
perkembangan karakter dan potensi anak, termasuk menjadi bahan pembelajaran
bagi orang tua. Selain itu, komunikasi antara orang tua dengan sekolah juga
akan terbangun positif. Mengajarkan kepada orang tua bagaimana cara mendampingi
anak belajar di rumah, menunjukkan perkembangan anak di kelas, dan mendekatkan hubungan
antara satu orang tua dengan orang tua lainnya atau silaturahim.
Emotionally Secure
Berdasarkan
studi dan penelitian yang mereka jalankan, para psikolog juga menyakini bahwa ayah
memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak. Psikolog Klinis dari Los Angeles, Ditta M Oliker PhD
(2011) menyatakan, anak yang memiliki relasi intensif dengan ayahnya sejak
lahir dan terus terjalin efektif hingga usia sekolah akan tumbuh menjadi anak dengan
emosi yang aman (emotionally secure),
percaya diri dalam mengeksplorasi dunia sekitar dan ketika dewasa mampu
membangun relasi sosial yang baik.
Pakar psikolog lainnya, Rosenberg, Jeffrey dan Wilcox (2006) juga
mengungkapkan, ayah yang terlibat aktif dalam pengasuhan anak sejak bayi hingga
usia sekolah akan mendorong anak menjadi lebih berprestasi secara akademis pada
usia sekolah. Dan, pada saat anak memasuki dunia karir, anak akan mampu
menentukan pilihan karirnya secara tepat.
Al-Qur’an
Para nabi,
sahabat, ulama dan salafushalih juga tidak
melemparkan tanggung jawab pendidikan dan pengasuhan anak-anak pada istri-istri
mereka, apalagi menitipkannya pada orang lain. Begitu intensifnya peran ayah,
hingga menjelang sakaratul maut pun, ayah yang baik akan memastikan sekali lagi
sukses tidaknya dalam mendidik sang buah hati dengan mengajukan pertanyaan:
“Apa yang akan kamu sembah sepeninggalku, Nak?”
Ternyata,
proses pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga yang digambarkan al-Qur’an
juga dilakukan oleh ayah. Tidak ada satu ayat pun yang memotret proses ini
dilakukan oleh ibu, kecuali perintah menyusui, misalnya surat al-Baqarah (2) ayat 233 dan ath-Thalaaq (65)
ayat 6.
Tulisan ini tak menafikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar yang bersifat umum, untuk laki-laki dan perempuan
serta tidak bermaksud mengesampingkan peran utama ibu sebagai madrasah pertama
bagi anak-anaknya. Tulisan ini semata-mata untuk mendorong para ayah agar lebih
peduli pada proses pendidikan dan pengasuhan buah hatinya dan jangan
membebankan 100% pada istri, guru, ustadz, sekolah atau pesantren.
Inilah beberapa rangkaian ayat al-Qur’an yang
menerangkan proses pendidikan dan pengasuhan yang dilakukan para ayah: “Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman 31: 13)
Berikutnya
adalah, “Dan Ibrahim
telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim
berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam." (QS al-Baqarah 2:
132)
Allah
SWT juga berfirman: “Dan Ya'qub berkata:
"Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu
gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain. Namun
demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari (takdir) Allah.
Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah. Kepada-Nya-lah aku
bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah
diri." (QS Yusuf 12: 67)
Rasulullah
Saw juga bersabda,
“Dari Jubair bin Samurah ra ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, sungguh
seseorang (ayah) yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah
satu sha.” (HR Tirmidzi) Nabi juga
melengkapinya dengan keteladanan dalam mengasuh dan mendidik anak-anak. Bahkan,
ketika Nabi Saw sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), ia
tak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang
masih anak-anak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama
kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik. Wallahu’alam bish shawab.
Dwi Hardianto
Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar