Rabu, 04 November 2015

merancang ayah idola







Merancang Ayah Idola di Sekolah

Pembelajaran di sekolah bisa dirancang untuk membangun kelekatan antara ayah dengan anaknya. Ini penting, karena ayah yang intensif menjalin hubungan dengan anak sejak dini, akan membantu sang buah hati tumbuh menjadi anak dengan emosi aman (emotionally secure), percaya diri, berprestasi secara akademik, dan mampu membangun relasi sosial yang baik. 

Selembar kertas undangan berkop nama sekolah tempat anak kita belajar sering kita terima dari anak kita sepulang sekolah. Kalau orang tua pulang kerja sudah larut malam, undangan itu hanya tergeletak begitu saja di atas meja. Jika anak kita peduli, ia akan memberikannya pada kita keesokan harinya sebelum berangkat sekolah. Tapi kalau cuek, masa bodoh, surat-surat itu nyaris tak pernah sampai ke tangan orang tua, padahal bisa saja ada informasi penting yang disampaikan sekolah pada orang tua.
Tapi malam itu, saat makan malam, tiba-tiba anak keduaku, Fadhlan (4,5 th) menyodorkan selembar undangan dari sekolahnya. Format dan bentuknya sama seperti undangan-undangan sebelumnya dari sekolah anak-anak. Tapi setelah saya baca isinya sangat berbeda. Sebuah ajakan dari sekolah agar para ayah bersedia meluangkan waktu sekitar 1-2 jam untuk mengajar anak-anak di kelas.
Wow ... Program kreatif dan inovatif dari Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT) at-Taufiq, Kota Bogor ini bernama “Ayahku idolaku.” Pada surat pertama ini, dilengkapi dengan surat pernyataan kesediaan dari orang tua dan daftar hari/tanggal kapan orang tua bisa meluangkan waktunya. Sehingga, hari dan tanggalnya bisa menyesuaikan dengan jadwal kerja atau ada kesempatan untuk meminta izin tidak masuk kerja. Sepekan sebelum hari H, surat kedua datang memberitahukan jam mengajarnya sekaligus konfirmasi kepastian.
Pada awal tahun ajaran baru, sebelum program belajar mengajar dimulai, sekolah yang beralamat di bilangan Cimaggu Permai, Jl KH Sholeh Iskandar, Kota Bogor, Jawa Barat ini, sudah mengumpulkan orang tua siswa sesuai jenjang pendidikannya. Mulai dari TKIT, SDIT dan SMPIT. Pihak sekolah menjelaskan rencana pembelajaran dan program-program lainnya selama satu semester hingga satu tahun ke depan. Untuk TKIT, program “Ayahku idolaku” juga sudah dijelaskan pada saat itu.
Ayah yang hadir di kelas diberi kebebasan menyampaikan materi pembelajaran apa pun, asal positif dan sesuai dengan usianya. Misalnya, mengenalkan profesinya, mendongeng, game edukasi, eksperimen ringan, membuat kerajinan ringan, hingga bermain bersama anak-anak, dan materi lainnya.
Kebetulan, saat mengajar, saya berkolaborasi dengan dua ayah lainnya yang berprofesi sebagai pekerja tambang batu-bara dan guru. Saya pun memperkenalkan dunia jurnalistik dengan fisualisasi gambar. Anak-anak antusias menanyakan gambar-gambar yang muncul, seperti kamera, tustel, alat perekam, narasumber yang dikerubutin wartawan dan lainnya. Di tengah materi saya selingi game tebak gambar. Bagi yang bisa menjawab mendapat hadiah biskuit. Seru, anak-anak sangat bersemangat.
Ayah yang berprofesi sebagai pekarja tambang juga memperkenalkan profesinya dengan fisualisasi gambar dan menghadirkan miniatur eksafator pengeruk batu-bara. Anak-anak juga sangat antusias bertanya, bahkan berebut ingin mempraktikkan cara kerja eksafator mini itu. Sedangkan orang tua yang berprofesi sebagai guru menghadirkan eksperimen science ringan dengan alat-alat sederhana, yakni lilin dan balon, yang menggambarkan konsep udara, oksigen (O2) dan sejenisnya.
Tak terasa, waktu 2 jam yang disediakan seperti cepat berlalu, padahal anak-anak masih sangat antusias belajar dan bermain dengan ketiga guru dadakan ini. Akhirnya, permainan ini kami akhiri dengan memberikan bingkisan berupa biskuit dan minuman ringan pada semua anak. Semuanya ceria, semuanya bahagia. “Ayah-ayah, sekolah itu menyenangkan, apalagi kalau gurunya para ayah. Kapan-kapan datang lagi ke sekolah, ya, ayah?” pinta anak-anak.

Merekatkan Anak dengan Ayah
Program “Ayahku idolaku” merupakan salah satu program unggulan TKIT at- Taufiq, Bogor yang sudah berjalan lebih dari lima tahun terakhir. Berkat program ini dan beberapa program pembelajaran lainnya, TKIT at-Taufiq, Bogor selama tiga tahun berturut-turut berhasil meraih penghargaan sebagai TK terbaik se-Provinsi Jawa Barat. 
Ustazah Esih Susi Safitri, Wakil Kepala Sekolah TKIT at-Taufiq menuturkan, program ini bertujuan membangun hubungan baik antara anak didik dengan ayahnya. Selama ini, para ayah umumnya tak terlibat dalam proses pendidikan putra dan putrinya. Para ayah menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak-anak kepada istrinya. Dengan progran ini diharapkan akan membantu munculnya kedekatan hubungan antara ayah dengan putra-putrinya. Diharapkan, dengan kedekatan dan hubungan baik ini, bisa membantu anak-anak memiliki akhlak mulia dan prestasi baik di sekolah.
Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, TKIT at-Taufiq Bogor mengirim surat kepada setiap ayah yang berjumlah 144 orang. Dari jumlah itu, ada 67 ayah (sekitar 47%) yang melakukan konfirmasi dan bersedia mengajar di kelas masing-masing. Kegiatan ini dilaksanakan tiap bulan pada hari Jum’at pekan kedua. Setiap bulan direncanakan ada 2 – 3 ayah yang hadir di kelas masing-masing, sesuai dengan kelas dari siswa yang bersangkutan. “Alhamdulillah, dari tiga kelas pada satu jejang TK, biasa hadir 6 – 9 ayah,” tambah Ustazah Esih.
Pada tiap kehadiran, ayah diminta mengisi buku cerita tentang situasi kelas saat kegiatan berlangsung. Selain itu, ayah juga diminta menulis kesan dan pesan dari kegiatan tersebut. Dari beberapa kesan dan pesan yang ditulis ayah, umumnya menyambut positif program ini. Misalnya, ayah dari ananda Farraz menulis, “Ayahku idolaku merupakan kegiatan positif, bisa memotivasi anak dan ayah sekaligus.” Ayah yang lainnya menulis, “Mengajar adalah pekerjaan menyenangkan. Kalau bisa frekuensinya ditambah, tiap semester ada program ini.”

Belajar dari Negeri Kanguru
          Program serupa, tapi tak sama yang bertujuan membangun kedekatan dan hubungan baik antara anak-anak dengan ayahnya juga banyak dipraktikkan oleh sekolah-sekolah di negara maju. Salah satunya di Australia. Sebuah sekolah untuk anak usia dini yang bernama Kindie School di Melbourne, Australia, memiliki beragam program unik dan terlihat aneh bagi kebanyakan orang Indonesia.
Ketika ada orang Indonesia yang bekerja di Melbourne dan menyekolahkan anaknya di sekolah ini, mereka pada awalnya merasa aneh dan tak percaya. Tapi setelah berjalan dan mengikuti programnya, para orang tua asal Indonesia ini, khususnya para ayah baru terkagum-kagum dan merindukan ada sekolah serupa di tanah air.
Salah satu program yang dikagumi itu adalah Father’s Day. Pada program ini, sekolah mengundang semua ayah hadir di sekolah. Serunya, kegiatan ini diadakan mulai jam 6 malam. Waktu yang tepat, karena jika diadakan siang hari pada hari kerja, semua ayah sedang sibuk bekerja. Pemilihan waktu ini, bisa menjadi referensi bagi sekolah-sekolah di Indonesia, mengundang para ayah pada malam hari. Meski bisa saja orang Indonesia beralasan, pulang kerja macet, cape dan sejenisnya, sehingga hanya segelintir ayah yang bisa hadir.
Salah satu tema yang diajukan Kindie School ini cukup menarik, yakni Pajamas Party.  Akhirnya, para ayah yang datang hampir semuanya mengenakan piyama menemani anaknya yang juga berpiyama. Kegiatan yang dijalankan sebenanya sederhana saja. Sang ayah hanya sekadar menemani anaknya membaca buku, mendongeng, menyusun puzzle, bermain musik, melukis, menggambar, menyanyi dan lainnya. Menurut umumnya kita, ini pekerjaan sepele.
Betul sepele dan remeh-temeh. Tapi, melalui kegiatan yang terkesan sepele inilah sekolah sedang mengajarkan tidak hanya pada anak-anak, juga kepada orang tua, khususnya para ayah, bagaimana cara membangun komunikasi dan hubungan yang efektif dengan anak-anak usia TK. Bagi kita di Indonesia, apalagi bagi TKIT, pola-pola seperti ini bisa diterapkan dengan menambahkan materi pendidikan akhlak, mengajarkan membaca dan atau menghafal al-Qur’an, mengajarkan shalat dan praktik-praktik ibadah lainnya.
Bagi banyak Sekolah Islam Terpadu di Indonesia, termasuk Sekolah Islam Terpadu at-Taufiq, Bogor, pola-pola pembelajaran seperti di Australia itu sebenanya sudah diterapkan. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan Malam Bina Iman, Ibadah dan Taqwa (MABIT), yang diadakan satu malam sampai dua atau tiga malam. Yang jarang dilakukan adalah MABIT bersama ayah. Sekolah at-Taufiq saja  baru mengadakan MABIT bersama ayah pada tahun ajaran ini untuk jenjang pendidikan SD. TK dan SMP belum menyelenggarakan program ini.
Kembali ke Pajamas Party  ala Australia. Artinya, orang-orang luar, yang note bene tidak mengenal ajaran Islam, tidak mengenal anjuran al-Qur’an tentang pentingnya ayah terlibat dalam pendidikan anak-anak, sudah mempraktikan kegiatan yang memiliki dampak luar biasa bagi perkembangan mental dan karakter anak, khususnya dalam membangun hubungan dengan ayah.
Acara sederhana Pajamas Party  di Kindie School, Melbourne ini, juga  mengandung pembelajaran tentang sikap dan persepsi bahwa mengajarkan berbagai hal, nilai-nilai, akhlak, agama, science, hingga keterampilan hidup pada anak, tidak selamanya harus berlangsung formal di sekolah, tapi juga bisa dilakukan di rumah atau di mana saja dalam bentuk kegiatan yang lebih kecil.
Jadi, kegiatan-kegiatan seperti di atas sungguh akan berdampak positif bagi perkembangan karakter dan potensi anak, termasuk menjadi bahan pembelajaran bagi orang tua. Selain itu, komunikasi antara orang tua dengan sekolah juga akan terbangun positif. Mengajarkan kepada orang tua bagaimana cara mendampingi anak belajar di rumah, menunjukkan perkembangan anak di kelas, dan mendekatkan hubungan antara satu orang tua dengan orang tua lainnya atau silaturahim.

Emotionally Secure
Berdasarkan studi dan penelitian yang mereka jalankan, para psikolog juga menyakini bahwa ayah memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak. Psikolog Klinis dari Los Angeles, Ditta M Oliker PhD (2011) menyatakan, anak yang memiliki relasi intensif dengan ayahnya sejak lahir dan terus terjalin efektif hingga usia sekolah akan tumbuh menjadi anak dengan emosi yang aman (emotionally secure), percaya diri dalam mengeksplorasi dunia sekitar dan ketika dewasa mampu membangun relasi sosial yang baik.
Pakar psikolog lainnya, Rosenberg, Jeffrey dan Wilcox (2006) juga mengungkapkan, ayah yang terlibat aktif dalam pengasuhan anak sejak bayi hingga usia sekolah akan mendorong anak menjadi lebih berprestasi secara akademis pada usia sekolah. Dan, pada saat anak memasuki dunia karir, anak akan mampu menentukan pilihan karirnya secara tepat.

Al-Qur’an  
Para nabi, sahabat, ulama dan salafushalih juga tidak melemparkan tanggung jawab pendidikan dan pengasuhan anak-anak pada istri-istri mereka, apalagi menitipkannya pada orang lain. Begitu intensifnya peran ayah, hingga menjelang sakaratul maut pun, ayah yang baik akan memastikan sekali lagi sukses tidaknya dalam mendidik sang buah hati dengan mengajukan pertanyaan: “Apa yang akan kamu sembah sepeninggalku, Nak?”
Ternyata, proses pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga yang digambarkan al-Qur’an juga dilakukan oleh ayah. Tidak ada satu ayat pun yang memotret proses ini dilakukan oleh ibu, kecuali perintah menyusui, misalnya surat al-Baqarah (2) ayat 233 dan ath-Thalaaq (65) ayat 6.
Tulisan ini tak menafikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar yang bersifat umum, untuk laki-laki dan perempuan serta tidak bermaksud mengesampingkan peran utama ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Tulisan ini semata-mata untuk mendorong para ayah agar lebih peduli pada proses pendidikan dan pengasuhan buah hatinya dan jangan membebankan 100% pada istri, guru, ustadz, sekolah atau pesantren. 
Inilah beberapa rangkaian ayat al-Qur’an yang menerangkan proses pendidikan dan pengasuhan yang dilakukan para ayah: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”  (QS Luqman 31: 13)
Berikutnya adalah, Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam."  (QS al-Baqarah 2: 132)   
Allah SWT juga berfirman: “Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain. Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah. Kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri."  (QS Yusuf 12: 67)
Rasulullah Saw juga bersabda, “Dari Jubair bin Samurah ra ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, sungguh seseorang (ayah) yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah satu sha.” (HR Tirmidzi) Nabi juga melengkapinya dengan keteladanan dalam mengasuh dan mendidik anak-anak. Bahkan, ketika Nabi Saw sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), ia tak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih anak-anak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik. Wallahu’alam bish shawab.
Dwi Hardianto
Diolah dari berbagai sumber




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar